Zakat Profesi
A. Pendahuluan
Hasil yang diperoleh seorang Mukmin dan yang diperintahkan untuk dinafkahkan sebagian darinya, disebut dalam Al-Quran surat Al Baqarah [2]:267, dibagi dalam dua bagian pokok, yaitu hasil usaha kamu yang baik-baik dan Apa yang Kami keluarkan untuk kamu dari bumi yakni hasil pertanian, dan pertambangan. Adapun yang dimaksud dengan hasil usaha kamu yang baik-baik, maka para ulama dahulu membatasinya dalam hal-hal tertentu yang pernah ada masa Rasul SAW dan yang ditetapkan oleh beliau sebagai yang harus dizakati, seperti perdagangan, dan inilah dahulu yang dimaksud dengan zakat penghasilan, selebihnya dari usaha manusia.
Jika belum dikenal pada masa Nabi dan sahabat beliau, maka menurut ulama masa lalu, tidak termasuk yang harus dizakati, dan dengan demikian tidak dimaksud oleh ayat diatas dengan hasil usaha kamu yang baik. Namun demikian, kini telah muncul berbagai jenis usaha manusia yang menghasilkan pemasukan, baik usahanya secara langsung tanpa keterikatan dengan orang/pihak lain seperti para dokter, konsultan, seniman, dan lain-lain, atau dengan keterikatan, baik dengan pemerintah atau swasta, seperti gaji, upah dan honorarium. Rasa keadilan, serta hikmah adanya kewajiban zakat, mengantar banyak ulama masa kini memasukkan profesi-profesi tersebut dalam pengertian "hasil usaha kamu yang baik-baik" .[1][1]
Pembicaraan mengenai zakat profesi muncul karena kewajiban yang satu ini merupakan hasil ijtihad para ulama sekarang, yang tentunya tidak terdapat ketentuan yang jelas dalam al-Quran, hadis maupun dalam figh yang telah disususn oleh ulama-ulama terdahulu, sehingga perlu ditelusuri lebih lanjut.
Pekerjaan yang menghasilkan uang pada masa sekarang dapat digolongkan menjadi dua macam: 1. Pekerjaan yang dilakukan sendiri tanpa tergantung kepada orang lain, berkat kecekatan tangan ataupun otak, penghasilan yang diperoleh dengan cara ini merupakan penghasilan professional, seperti, penghasilan seorang doctor, insinyur, advokat, seniman, penjahit dan lain-lain. 2. Pekerjaan seorang yang dilakukan seseorang buat pihak lain, baik pemerintah, perusahaan maupun perorangan dengan memperoleh upah, penghasilan dari pekerjaan ini seperti berupa gaji, upah ataupun honorarium.
Berkaitan dengan zakat profesi, dalam makalah ini akan dibahas bagimanakah zakat profesi itu: pengertian zakat profesi, bagaimana nisab/kadarnya dan bagaimana pembayarannya.
B. Pengertian zakat profesi
Zakat profesi adalah zakat yang dikenakan kepada penghasilan para pekerja karena profesinya. Akan tetapi, pekerja profesi mempunyai pengertian yang luas, karena semua orang bekerja dengan kemampuannya, yang dengan kata lain mereka bekerja karena profesinya.
Di dalam kamus bahasa Indonesia, disebutkan bahwa: profesi adalah bidang pekerjaaan yang dilandasi pendidikan keahlian (ketrampilan, kejujuran dan sebaginya) tertentu. Professional adalah yang bersangkutan dengan profesi, memerlukan kepandaian khususuntuk menjalankannya.
Zakat profesi adalah zakat yang dikeluarkan dari hasil usaha yang halal yang dapat mendatangkan hasil (uang) yang relatif banyak dengan cara mudah, melalui suatu keahlian tertentu.[1][2]Zakat Profesi (Penghasilan) adalah zakat yang dikeluarkan dari hasil profesi seseorang, baik dokter, aristek, notaris, ulama/da'i, karyawan guru dan lain-lain.[1][3]
Dari definisi diatas ada point-point yang perlu digaris bawahi berkaitan dengan profesi yang dimaksud, yaitu: 1. Jenis usahanya halal; 2. Menghasilkan uang relative banyak; 3. Diperoleh dengan cara yang mudah; 4. Melalui suatu keahlian tertentu. Dari kriteria tersebut dapat diuraikan jenis-jenis usaha yang berhubungan dengan profesi seseorang.
Apabila ditinjau dari bentuknya, usaha profesi tersebut bisa berupa: a. Usaha fisik, seperti pegawai dan artis. b. Usaha pikiran, seperti konsultan, desainer dan dokter. c. Usaha kedudukan, seperti komisi dan tunjangan jabatan. d. Usaha modal, seperti investasi.
Sedangkan apabila ditinjau dari hasil usahanya profesi bisa berupa: 1. Hasil yang teratur dan pasti, baik setiap bulan, minggu atau hari; seperti upah pekerja dan gaji pegawai. 2. Hasil yang tidak tetap dan tidak dapat diperkirakan secara pasti; seperti kontraktor, pengacara, royalty pengarang, konsultan dan artis. [1][4]
C. Nisab / Kadar Zakat Profesi
Agama Islam tidak mewajbkan zakat atas seluruh harta benda, sedikit atau banyak, tetapi mewajibkan zakat atas harta benda yang mencapai nisab, hal ini untuk menentukan siapa yang wajib zakat, karena zakat hanya dipungut dari orang-orang kaya.[1][5]
Dan hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat al-Baqarah ayat 219 yang artinya, "mereka bertanya kepadamu tentang apa yang mereka nafkahkan, katakanlah, "yang lebih dari keperluan."
Dengan demikian, penghasilan yang mencapai nisab seperti gaji yang tinggi dan honorarium yang besar para pegawai dan karyawan, serta pembayran-pembayaran yang besar kepada golongan profesi, wajib dikenakan zakat, sedangkan yang tidak mencapainya tidak wajib. Alasan ini dibenarkan, karena membebaskan orang-orang yang mempunyai gaji kecil dari kewajiban zakat dan membatasi kewajiban zakat hanya atas pegawai-pegawai tinggi, sehingga dengan adanya batasan ini, telah mendekati pada kesamaan dan keadilan.[1][6]
Ada beberapa pendapat yang muncul mengenai nishab dan kadar zakat profesi, yaitu:
1. Menganalogikan zakat profesi kepada hasil pertanian, baik nishab maupun kadar zakatnya. Dengan demikian nishab zakat profesi adalah 520 kg beras dan kadarnya 5 % atau 10% (tergantung kadar keletihan yang bersangkutan) dan dikeluarkan setiap menerima tidak perlu menunggu batas waktu setahun. [1][7]
2. Menganalogikan dengan zakat perdagangan atau emas. Nishabnya 85 gram emas, dan kadanya 2,5% dan dikeluarkankan setiap menerima, kemudian penghitungannya diakumulasikan atau dibayar di akhir tahun.[1][8]
3. Menganalogikan nishab zakat penghasilan dengan hasil pertanian. Nishabnya senilai 520 kg beras, sedangkan kadarnya dianalogikan dengan emas yaitu 2,5 %. Hal tersebut berdasarkan qiyas atas kemiripan (syabbah) terhadap karakteristik harta zakat yang telah ada, yakni:
a. Model memperoleh harta penghasilan (profesi) mirip dengan panen (hasil pertanian).
b. Model bentuk harta yang diterima sebagai penghasilan berupa uang. Oleh sebab itu bentuk harta ini dapat diqiyaskan dalam zakat harta (simpanan/kekayaan) berdasarkan harta zakat yang harus dibayarkan (2,5 %).
Pendapat ketiga inilah yang dinilai relevan berdasarkan pertimbangan maslahah bagi muzaki dan mustahik. Mashlahah bagi muzaki adalah apabila dianalogikan dengan pertanian, baik nishab dan kadarnya. Namun, hal ini akan memberatkan muzaki karena tarifnya adalah 5 %. Sementara itu, jika dianalogikan dengan emas, hal ini akan memberatkan mustahik karena tingginya nishab akan semakin mengurangi jumlah orang yang sampai nishab. Oleh sebab itu, pendapat ketiga adalah pendapat pertengahan yang memperhatikan mashlahah kedua belah pihak (muzaki dan mustahik).[1][9] Dan nisab 2,5% ini pernah dipraktekan oleh ibnu Mas'ud, Khalifah Mu'awiyah, dan Umar bin Abdul Aziz[1][10]
D. Landasan Syar'i Zakat profesi
1. Al-Quran
"Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian." (QS. Azzariyaat (51): 19)
"…Dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya …" (QS. Al Hadid (57): 7)
Wahai orang-orang yang beriman, infakkanlah (zakatkanlah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik, …" (QS. Al Baqarah (2): 267)
Ayat diatas menunjukan lafadz atau kata yang masih umum; dari hasil usaha apa saja, "infakkanlah (zakatkanlah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik." Dan dalam ilmu fiqh terdapat kaidah "Al 'ibrotu bi Umumi lafdzi laa bi khususi sabab", "bahwa ibroh (pengambilan makna) itu dari keumuman katanya bukan dengan kekhususan sebab."
Dan tidak ada satupun ayat atau keterangan lain yang memalingkan makna keumuman hasil usaha tadi, oleh sebab itu profesi atau penghasilan termasuk dalam kategori ayat diatas.
2. Pendapat Sahabat dan Tabi'in tentang harta penghasilan
Para ulama salaf memberikan istilah bagi harta pendapatan rutin /gaji seseorang dengan nama "A'thoyat", sedangkan untuk profesi adalah "Al Maal Mustafad", sebagaimana disebutkan dalam beberapa riwayat, diantaranya Ibnu Mas'ud, Mu'awiyah dan Umar bin Abdul Aziz.
Abu 'Ubaid meriwayatkan dari Ibnu Abbas tentang seorang laki-laki yang memperoleh penghasilan "Ia mengeluarkan zakatnya pada hari ia memperolehnya." Abu Ubaid juga meriwayatkan bahwa Umar bin Abdul Aziz memberi upah kepada pekerjanya dan mengambil zakatnya.[1][11]
3. Dalil Logika
Seorang petani yang mempunyai penghasilan dari hasil panennya, harus mengeluarkan zakat 5 atau 10% dari yang dia hasilkan setelah bersusah payah menanam dan memelihara sawahnya selama (minimal) 3 bulan lamanya.
Jika dibandingkan dengan profesi seorang dokter atau yang lainnya, maka lebih besar hasil seorang yang berprofesi dibandingkan seorang petani, alangkah tidak adilnya Islam jika tidak mewajibkan zakat kepada mereka yang berprofesi.[1][12]
E. Waktu Kewajiban Mengeluarkan Zakat
Menurut Yusuf Qardawi, zakat profesi dikeluarkan pada waktu diterima, hal ini berdasarkan ketentuan hukum syara' yang berlaku umum, karena persyaratan hawl dalam seluruh harta termasuk harta penghasilan tidak berdasarkan nash yang mencapai tingkat yang shahih. Oleh karena itu, bahwa zakat profesi hukumnya wajib, terkena persyratan hawl tetapi dikeluarkan pada waktu diterima.[1][13]
F. Pengeluran Zakat Profesi dan gaji bersih
Zakat Profesi hanya diambil dari pendapatan bersih, hal ini dimaksudkan supaya hutang bisa terbayar dan biaya hidup terendah dari seseorang dan yang menjadi tanggungan bisa di keluarkan karena biaya terendah kehidupan seseorang merupakan kebutuhan pokok seseorang, sedangkan zakat diwajibkan atas jumlah senisab yang sudah melebihi kebutuhan pokok.[1][14]
G. Kesimpulan
Zakat profesi wajib dikeluarkannya zakatnya apabila mencapai batas nisab. Dan nisabnya nishab zakat penghasilan dengan hasil pertanian. Nishabnya senilai 520 kg beras, sedangkan kadarnya dianalogikan dengan emas yaitu 2,5 %. Meskipun merupakan hasil ijtihad para ulama sekarang. Namun Rasa keadilan, serta hikmah adanya kewajiban zakat, mengantar banyak ulama masa kini memasukkan profesi-profesi tersebut dalam pengertian "hasil usaha kamu yang baik-baik" . Dengan harapan zakat akan dapat membersihkan dan menyucikan harta, dan menambah rasa syukur terhadap Allah atas rizki yang telah diberikan-Nya.
0 komentar:
Posting Komentar